Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Oleh
Sriyanto Danoesiswoyo
Bangsa Indonesia beruntung memiliki bahasa
Indonesia yang berkududukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia
digunakan sebagai lambang idendtitas nasional, lambang kebanggaan
nasional, alat pemersatu bangsa dan alat komunikasi antarsuku bangsa. Sedangkan
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi
kenegaraan, bahasa administrasi negara, bahasa pengantar di lembaga pendidikan
dan sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.
Keberuntungan di atas tidak diperoleh
bangsa lain seperti Singapura dan Malaysia. Sebagai negara multi etnis,
Singapura terpaksa meminjam bahasa Inggris sebagai alat komunikasi nasional dan
alat pengantar pendidikan. Sementara, Malaysia mampu menjadikan bahasa Melayu
sebagai alat komunikasi secara nasional, tetapi kurang sanggup berperan sebagai
bahasa pendidikan atau bahasa ilmiah. Karenanya ketika memasuki dunia ilmiah
mereka pun meminjam bahasa Inggris. Dalam hati, mereka iri pada bahasa Indonesia yang sama-sama serumpun
namun lehih sanggup berperan sebagai alat komunikasi maupun bahasa ilmiah.
Davies menyatakan bahwa rakyat tanpa bahasa nasional hanyalah setengah bangsa.
Keberhasilan bangsa Indonesia menjadikan
bahasa Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara tak terlepas dari perjuangan pemuda generasi tahun 20-an melalui ikrar
Sumpah Pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda merupakan peristiwa penting sebab melibatkan
kepentingan kehidupan nasional dan generasi muda. Sumpah Pemuda juga menyatakan
kebulatan tekad sosial, budaya dan politik yamg menjiwai perjuangan generasi
Indonesia pada masa sekarang. Karena itu, Sumpah Pemuda merupakan tonggak
sejarah yang amat penting, baik pada masa itu dan lebih-lebih bagi pertumbuhan
bangsa Indonesia di masa sekarang dan mendatang.
Sumpah Pemuda merupakan jaringan
pernyataan kebulatan tekad yang dijalin oleh tiga unsur yang berkaitan erat dan
memiliki hubungan timbal balik. Tiga unsur tersebut adalah bertanah air satu
tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa
persatuan bahasa Indonesia. Amran Halim berpendapat bahwa penghayatan dan
penerapan isi dan semangat ketiga unsur itulah yang dimaksud dengan pembinaan
bahasa Indonesia. Dengan kata lain, pembinaan bahasa Indonesia adalah proses
sosial budaya dan kebahasaan yang bertujuan menempatkan bahasa Indonesia pada
kedudukannya yang terhormat dalam kemasyarakatan bangsa Indonesia.
Masalah pembinaan bahasa Indonesia adalah
masalah yang menyangkut pemeliharaan bahasa Indonesia. Sedangkan salah satu
wujud pembinaan bahasa Indonesia adalah terselenggaranya pemakaian bahasa
Indonesia yang baik dan benar oleh masyarakat Indonesia. Dengan demikian,
masalah pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah masalah nasional
Indonesia.
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa
cocok dengan situasi pemakaiannya. Ada dua situasi pemakaian bahasa, yaitu situasi
resmi dan tidak resmi. Situasi resmi
adalah situasi kebahasaan yang berkaitan dengan masalah kedinasan, keilmuan,
berbicara di depan umum dan berbicara dengan orang dihormati misalnya mengajar,
surat-menyurat, membuat laporan, karya ilmiah, berbicara dengan atasan dan
guru. Pada situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi bahasa juga
sebagai alat untuk menyampaikan gagasan. Karena itu, perlu menggunakan bahasa
baku. Sedangkan situasi tidak resmi adalah pemakaian bahasa dalam pergaulan
sehari-hari dengan masalah pokok keseharian. Obrolan di warung, tawar-menawar
di pasar adalah contoh situasi kebahasaan tidak resmi. Pada situasi seperti
ini, bahasa hanyalah merupakan alat komunikasi. Asal lawan bicara memahami
maksud pembicaraan memadailah bahasa tersebut. Penyimpangan kaidah bukanlah hal
yang tercela benar, asal pelanggaran tidak mengubah makna. Bahkan penyisipan
bahasa asing atau daerah bukanlah suatu
hal yang tidak mustahil.
Bahasa Indonesia yang benar adalah
bahasa Indonesia yang penggunaannya selalu menaati kaidah bahasa Indonesia
(baku). Menurut Suwito ada beberapa ciri kebahasaan ragam baku antara lain
kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata, tata bahasa dan lafal. Ragam baku
bahasa Indonesia ialah bahasa Indonesia yang tata cara dan tertib penulisannya
mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan serta tertib dalam
pembentukan istilahnya yang berpedoman kepada pedoman umum pembentukan istilah
bahasa Indonesia. Bahasa baku harus menggunakan kata-kata baku seperti
bagaimana, mengapa, memberi bukannya gimana, kenapa, kasih dan sebagainya.
Selain itu, bahasa baku harus taat asas pada kaidah ketatabahasaan yaitu
konsisten menggunakan hukum diterangkan menerangkan pada pembentukan kata serta
menggunakan subjek predikat dalam pembentukan kalimat. Pada bahasa lisan, ragam
baku bahasa Indonesia adalah ragam bahasa yang relatif bebas dari atau
sesedikit mungkin diwarnai oleh lafal bahasa daerah atau dialek setempat.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar adalah penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai situasinya dan sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia. Berdasar asumsi ini, ada dua syarat utama yang
harus dipenuhi pemakai bahasa Indonesia agar pemakaian bahasa Indonesia-nya
baik dan benar. Syarat tersebut adalah memahami secara baik kaidah bahasa
Indonesia dan memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapi. Seseorang yang
menggunakan bahasa baku dalam situasi resmi dan menggunakan ragam tidak baku
dalam situasi tidak resmi adalah orang yang mampu menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar karena sesuai dengan fungsi dan situasinya. Demikian pula
sebaliknya. Seorang murid yang ingin mendahului temannya merasa cukup dengan
mengatakan “Duluan ya” atau “Saya duluan ya”. Tetapi bila yang hendak didahului
gurunya, hampir pasti ia tidak akan memilih tuturan itu. Untuk guru, ia akan
memilih “Maaf, mendahului Pak” atau “Bolehkan saya mendahului, Pak” dan
seterusnya.
Agar bisa memakai bahasa Indonesia secara
baik dan benar maka perlu adanya sikap positif para pemakai bahasa Indonesia.
Menurut Garvin dan Mathiot, sikap ini setidaknya mengandung tiga ciri pokok
yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa dan kesadaran akan adanya norma
bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong masyarakat untuk mempertahankan
kemandirian bahasanya. Kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong orang atau
sekelompok menjadikan bahasanya sebagai identitas pribadi atau kelompoknya
sekaligus membedakan dengan yang lain. Sedangkan kesadaran adanya norma adalah
sikap yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, korek, santun dan layak.
Kesadaran demikian merupakan faktor yang menentukan dalam perilaku tutur. Sikap
tidak ada gairah untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, mengalihkan
kebanggaan kepada bahasa lain yang bukan miliknya dan sikap tidak memelihara
cermat bahasa dan santun bahasanya harus dicegah karena akan merugikan
pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia.
Karena itu, sebagai wujud penghargaan
dan perhormatan terhadap pahlawan bangsa yang telah mencetuskan ikrar Sumpah
Pemuda, marilah kita tumbuh kembangkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia
dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Penulis adalah Guru SMKN 3 SOLO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar